Rabu, 09 Februari 2011

Asas - Asas Kepemimpinan

BAB I. PENDAHULUAN
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupan, manusia selalau berinteraksi dengan sesamanya serta dengan lingkungannya. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentu saja tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Bukan hanya lingkungan saja yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusia pun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satunya ialah sumber daya yang berjiwa pemimpin yang dimana paling tidak digunakan untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Terlebih dalam penanggulangan masalah yang relatif sulit. Disinilah dituntut kearifan dan kebijakan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik. Kepemimpinan merupakan hal yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Karena pada hakikatnya setiap organisasi, kelompok maupun perusahaan pasti memiliki sistem kepemimpinan. Setiap organisasi, kelompok maupun perusahaan membutuhkan seorang pemimpin sebagai panutan kehidupan mereka skaligus sebagai penengah dari setiap masalah yang ada dan juga sebagai pengambil keputusan.
Adapun pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan yang merupakan aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, haruslah berlandaskan dan berpedoman pada asas-asas dari pada kepemimpinan. Pemimpin juga herus menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik. Selain itu, juga sangat perlu diperhatikan bagi seorang leader, gaya kepemimpinan apa yang tepat ia gunakan dalam memimpin bawahannya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan daripada organisasi, kelompok ataupun perusahaan.









BAB II. PEMBAHASAN
Asas, Fungsi dan Gaya Kepemimpinan
A. Asas-Asas Kepemimpinan
Pada hakikatnya asas kepemimpinan merupakan pedoman bagi seorang pemimpin. Asas-asas kepemimpinan tersebut, yaitu :
1) Kemanusiaan: mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan, yaitu pembimbingan manusia oleh manusia, untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu, demi tujuan-tujuan bersama.
2) Efisien: efisiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber, materi dan jumlah manusia; atas prinsip penghematan, adanya nilai-nilai ekonomis, serta asas-asas manajemen modern.
3) Kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih merata, menuju pada taraf kehidupan yang lebih tinggi.
Adapun asas-asas kepemimpinan selain di ats, yaitu :
1. TAQWA, ialah beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepada-Nya.
2. ING NGARSA SUNG TULADA, ialah member suri tauladan di hadapan anak buah.
3. ING MADYA MANGUN KARSA, ialah ikut bergiat serta menggugah semangat di tengah-tengah anak buah.
4. TUT WURI HANDAYANI, ialah mempengaruhi dan memberikan dorongan dari belakang kepada anak buah.
5. WASPADA PURBA WASESA, ialah selalu waspada mengawasi serta sanggup dan berani memberi koreksi kepada anak buah.
6. AMBEG PRAMA ARTA, ialah dapat memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan.
7. PRASAJA, ialah tingkah laku yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
8. SATYA, ialah sikap loyal yang timbal balik
9. GEMI NAST;ITI, ialah kesadaran dan kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatu kepada yang benar-benar diperlukan.
10. BELAKA, ialah kemauan, kerelaan dan keberanian untuk mempertanggung jawabkan.
11. LEGAWA, ialah kemauan, kerelaan dan keikhlasan untuk pada saatnya menyerahkan tanggung jawab dan kedudukannya kepada generasi berikutnya.

B. Fungsi Kepemimpinan dalam Organisasi
Peran seorang pemimpin merupakan implementasi atau penjabaran dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu di antara peran administrator dalam rangka mempengaruhi orang lain atau para bawahan agar mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Fungsi kepemimpinan juga merupakan suatu gejala sosial, yang dimana harus diwujudkan dalam setiap interaksi yang terjadi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi, karena fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi dalam kehidupan kelompok ataupun organisasi..
Fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Adapun Fungsi Kepemimpinan secara umum, yaitu:
1. Fungsi Perencanaan
Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi. Manfaat-manfaat tersebut antara lain :
a. Perencanaan merupakan hasil pemikiran dan analisa situasi dalam pekerjaanuntuk memutuskan apa yang akan dilakukan
b. Perencanaan berarti pemikiran jauh ke depan disertai keputusan – keputusan yang berdasarkan atas fakta – fakta yang diketahui
c. Perencanaan berarti proyeksi atau penempatan diri ke situasi pekerjaan yang akan dilakukan dan tujuan atau target yang akan dicapai.

Perencanaan meliputi dua hal, yaitu :
a. Perencanaan tidak tertulis yang akan digunakan dalam jangka pendek, pada keadaan darurat, dan kegiatan yang bersifat terus menerus.
b. Perencanaan tertulis yang akan digunakan untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan atas dasar jangka panjang dan menentukan prosedur-prosedur yang diperlukan
Setiap rencana yang baik akan berisi :
a. Maksud dan tujuan yang tetap dan dapat dipahami
b. Cara dan prosedur untuk mencapai tujuan tersebut

2. Fungsi memandang ke depan
Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar.

3. Fungsi pengembangan loyalitas
Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga unutk para pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan kembali berlangsung menurut rel yang telah ditetapkan dalam rencana .

5. Fungsi mengambil keputusan
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-baiknya dari :
a. Perasaan, firasat atau intuisi
b. Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara rasional – sistematis.
c. Pengalaman baik yang langung maupun tidak langsung.
d. Wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan.

Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin dapat menggunakan metode – metode sebagai berikut :
a. Keputusan – keputusan yang sifatnya sederhana individual artinya secara sendirian.
b. Keputusan – keputusan yang sifatnya seragam dan diberikan secara terus menerus dapat diserahkan kepada orang – orang yang terlatih khusus untuk itu atau dilakukan dengan menggunakan komputer.
c. Keputusan – keputusan yang bersifat rumit dan kompleks dalam arti menjadi tanggung jawab masyarkat lebih baik diambil secara kelompok atau majelis.

Keputusan – keputusan yang bersifat rumit dan kompleks sebab masalahnya menyangkut perhitungan – perhitungan secara teknis agae diambil dengan bantuan seorang ahli dalam bidang yang akan diambil keputusannya.

6. Fungsi memberi motivasi
Seorang pemipin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya. Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.

Di lain pihak, seorang pemimpin harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap anak buahnya yang menyeleweng, yang malas dan yang telah berbuat salah sehingga merugikan organisasi, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Untuk melaksanakan fungsi fungsi ini sebaik- baiknya, seorang pemimpin perlu menyelenggarakan daftar kecakapan dan kelakuan baik bagi semua pegawai sehingga tercatat semua hadiah maupun hukuman yang telah diberikan kepada mereka.

Adapun dua macam Fungsi kepemimpinan menurut William R. Lassey dalam bukunya Dimension of Leadership, yaitu :

1. Fungsi menjalankan tugas
Fungsi ini harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Yang tergolong fungsi ini adalah :
a. Kegiatan berinisiatif, antara lain usul pemecahan masalah, menyarankan gagasan-gagasan baru, dan sebagainya.
b. Mencari informasi, antara lain mencari klasifikasi terhadap usul – usul atau saran serta mencari tambahan informasi yang diperlukan.
c. Menyampaikan data atau informasi yang sekiranya ada kaitannya dengan pengalamannya sendiri dalam menghadapi masalah yang serupa.
d. Menyampaikan pendapat atau penilaian atas saran – saran yang diterima.
e. Memeberikan penjelasan dengan contoh – contoh yang lebih dapat mengembangkan pengertian.
f. Menunjukkan kaitan antara berbagai gagasan atau saran-saran dan mencoba mengusulkan rangkuman gagasan atau saran menjadi satu kesatuan.
g. Merangkum gagasan-gagasan yang ada kaitannya satu sama lain menjadi satu dan mengungkapkan kembali gagasan tersebut setelah didiskusikan dalam kelompok.
h. Menguji apakah gagasan-gagasan tersebut dapat dilaksanakan dan menilai keputusan-keputusan yang akan dilaksanakan.
i. Membandingkan keputusan kelompok dengan standar yang telah ditetapkan dan mengukur pelaksanaannya dengan tujuan yang telah ditetapkan.
j. Menentukan sumber-sumber kesulitan, menyiapkan langkah-langkah selanjutnya yang diperlukan, dan mengatasi rintangan yang dihadapi untuk mencapai kemajuan yang diharapkan.
2. Fungsi pemeliharaan.
Fungsi ini mengusahakan kepuasan, baik bagi pemeliharaan dan pengembangan kelompok untuk kelangsungan hidupnya. Yang termasuk fungsi ini antara lain :
a. Bersikap ramah, hangat dan tanggap terhadap orang lain, mau dan dapat memujiorang lain atau idenya, serta dapat menerima dan menyetujui sumbangan fikiran orang lain.
b. Mengusahakan kepada kelompok, mengusahakan setiap anggota berbicara dengan waktu yang dibatasi, sehingga anggota kelompok lain berkesempatan untuk mendengar.
c. Menentukan penggunaan standar dalam pemilihan isi, prosedur dan penilaian keputusan serta mengingatkan kelompok untuk meniadakan keputusann yang bertentangan dengan pedoman kelompok.
d. Mengikuti keputusan kelompok, menerima ide orang lain, bersikap sebagai pengikut/pendengar sewaktu kelompok sedang berdiskusi dan mengambil keputusan.
e. Menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat dan bertindak sebagai penengah untuk mengkompirmasikan pemecahan masalah.

Disamping kedua pendapat tersebut tentang fungsi kepemimpinan, pendapat lain mengemukakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memberikan pendapat yang terakhir mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah menciptakan struktur untuk pencapaian tujuan, mempertahankan dan mengamankan integritas organisasi dan medamaikan perbedaan yang terjadi dalam kelompok menuju ke arah kesepakatan bersama.

C. Gaya Kepemimpinan
Apabila kepemimpinan terjadi di dalam suatu organisasi/ kelompok, dan orang yang bertindak sebagai pemimpin dalam organisasi/ kelompok tersebut perlu dan ingin mengembangkan staf dan membangun motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka pemimpin tersebut perlu dan harus memikirkan gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan ialah suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995), yang dimana keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.

Menurut buku KEPEMIMPINAN dana Perilaku Organisasi oleh Veithzal Rivai, gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikataan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pimpinan.
Gaya kepemimpinan merupakan pola menyeluruh dari tindakan seorang pimpinan, baik itu yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Gaya kepemimpinan yang menujukan secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil dari kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pimpinan ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.
Adapun gaya kepemimpinan yang paling tepat yaitu suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi yang dimana betujuan agar dapat mencapai sasaran dan tujuan organisasi, kelompok atau perusahaan.


1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama kali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu:
• Bidang pengaruh pimpinan, yang dimana pemimpin lebih menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya.
• Bidang pengaruh kebebasan bawahan, yang dimana pemimpin lebih menekankan gaya yang demokratis.













Gambar. Perilaku Kontinum Pemimpin

Kedua bidang pengaruh diatas dipengaruhi dalam hubungannya apabila pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan. Tannenbaum dan Schmidt mengelompokkannya ke dalam tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Ketujuh model tersebut, yaitu :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling). Dalam model ini terlihat bahwa otoritas dari atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sangat sempit. Titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada model ini.
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling). Dalam model ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas, dan bawahan belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah membatasi penggunaan otoritas dan member kesempatan pada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
4. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara dan keputusan masih dapat diubah. Otoritas pemimpin sudah mulai berkurang dan bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting). Otoritas dari pemimpin digunakan sedikit mungkin dan kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam model ini lebih besar dari model yang kelima di atas.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining). Model ini terletak pada titik ekstrim penggunaan kebebasan bawahan.
2. Gaya Managerial Grid
Gaya ini di perkenalkan oleh Robert R, Blake dan Jane S. Mouton. Dimana gaya managerial grid ini lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers).














Gambar. Managerial Grid

Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut, yaitu :
• Grid 1.1, manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
• Grid 9.9, manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riil (the real team manager), karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
• Grid 1.9, manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
• Grid 9.1, manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid 5.5, seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
3. Tiga Dimensi dari Reddin
Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh seoarang professor dan konsultan dari Kanada yang bernama William J.Reddin. Model tiga dimensi ini, pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang dikembangkan oleh Universitas Ohio dan model Managerial Grid. Perbedaan utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu dimensi pada model tiga dimensi, yaitu dimensi efektivitas, sedangkan dua dimensi lainnya yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku tugas tetap sama. Adapun intisari dari model ini terletak pada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan kombinasi perilaku hubungan dan perilaku tugas dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin memiliki efektivitas yang sama pula. Hal ini terjadi karena perbedaan kondisi lingkungan yang terjadi dan dihadapi oleh sosok pemimpin dengan kombinasi perilaku hubungan dan tugas yang sama tersebut memiliki perbedaan. Secara umum, dimensi efektivitas lingkungan terdiri dari dua bagian, yaitu dimensi lingkungan yang tidak efektif dan efektif.
a. Tipe Deserter (Lari dari tugas)
Pemimpin yang bertipe deserter, adalah tipe pemimpin yang tidak mempunyai apa-apa, atau hanya sedikit sekali memiliki orientasi tugas, hubungan kerja dan efektivitas. Pemimpin yang bertipe deserter mempunyai cirri-ciri:
1) Tidak atau kurang menunjukan minatnya pada tugas.
a) Menghindari diri dari tugas yang dibebankan kepadanya.
b) Hanya melibatkan diri pada tugas yang memerlukan energi secara minim.
c) Hanya suka pada jabatannya, namun kurang menyukai tugas yang harus diselesaikan.
2) Tidak atau kurang menunjukan minatnya pada hubungan dengan orang lain. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Secara aktif menyendiri dan kurang suka bergaul dengan orang lain.
b) Mengabaikan orang-orang lain dalam organisasi.
c) Menyabot pekerjaan orang lain dengan jalan mengganggu atau memahami informasi yang diperlukan oleh orang lain.
d) Kerap kali mengecewakan orang lain dan organisasinya dengan cara tidak terpuji.
3) Tidak atau kurang efektif. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Bermaksud mencapai hasil minimum saja agar supaya tidak ada orang lain yang mengusahakannya.
b) Mudah menyerah apabila mendapatkan kesulitan pada tingkat permulaan dalam pelaksanaan tugas, khususnya apabila dia tidak brehasil dalam mencapai target yang diharuskan untuk dicapai.

b. Tipe Bureaucrat (Birokrat)
Pemimpin yang bertipe bureaucrat adalah tipe poemimpin yang hanya berorientasi pada keefektifan saja. Pemimpin tipe ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1) Selalu berorientasi pada keefektifan. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya sebagai berikut:
a) Bekerja sesuai dengan prosedur yang benar dan peraturan yang berlaku.
b) Taat pada peraturan organisasi serta taat pada perintah secara tepat.
c) Memelihara kepentingan lingkungan dengan selalu mengikuti aturan-aturan manajerial.
2) Tidak atau kurang berorientasi pada tugas. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Tidak menyukai tugas yang diserahkan kepadanya.
b) Ide-idenya tidak atau kurang mendorong untuk meningkatkan produksi.
3) Tidak atau kurang berorientasi pada hubungan dengan orang lain. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Tidak atau kurang menyukai masyarakat.
b) Tidak atau kurang mengembangkan hubungan dengan bawahannya.
c) Sangat percaya bahwa hubungan baik dengan orang lain sulit dicapai.

c. Tipe Missionary (Missionari)
Pemimpin yang bertipe missionary, adalah tipe pemimpin yang hanya mempunyai sifat yang berorientasi pada hubungan kerja saja. Pemimpin ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berorientasi kepada hubungan baik. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya yang antara lain:
a) Peramah dan murah senyum kepada semua orang.
b) Menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain.
c) Persahabatan melebihi segala-galanya.
d) Mecegah terjadinya pertentangan walaupun kecil.
e) Tidak pernah berdebat atau mengadakan konflik dengan orang lain.
2) Tidak atau kurang berorientasi pada tugas. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Melaksanakan tugas dengan santai. Yang penting situasi kerja menyenangkan bawahannya.
b) Membahagiakan bawahan agar mewreka suka melaksanakan tugas dengan baik.
3) Tidak berorientasi pada keefektifan. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Mencapai hasil kurang penting. Yang penting adalah hubunagn baik dengan orang lain, khususnya dengan anak buahnya.
b) Hasil yang dicapai minimum sekali.
c) Kurang atau tidak pernah memecahkan persoalan.

d. Tipe Developer (Pecinta Pengembangan)
Pemimpin yang bertipe developer, adalah tipe pemimpin yang memiliki orientasi atas keefektifan dan hubungan baik dengan orang lain. Pemimpin yang bertipe ini memiliki sifat-sifat antara lain adalah sebagai berikut:
1) Karena berorientasi pada keefektifan, maka seorang developer memiliki sifat-sifat antara lain:
a) Mahir dalam menciptakan kondisi untuk bekerjasama dalam menciptakan kondisi untuk bertanggungjawab.
b) Efektif dalam hal bekerjasamadan menggerakan orang lain.
2) Berorientasi pada hubungan baik dengan orang lain, sehingga memiliki sifat-sifat antara lian:
a) Percaya penuh kepada orang lain.
b) Mengadakan hubungan baik dengan orang lain untuk mengembangkan bakat-bakat mereka.
c) Percaya bahwa orang lain dapat melakukan pengarahan dan pengendalian diri sendiri.
d) Percaya bahwa orang lain dapat bertanggung jawab penuh.
e) Percaya bahwa kecerdasan, kreativitas dan daya khayal tidak hanya dimiliki oleh para bawahan.
3) Kurang atau tidak berorientasi kepada tugas. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Memiliki vasibilitas yang rendah terhadap tugas.
b) Berpendapat bahwa kerja adalah biasa saja, sama halnya dengan beristirahat atau bermain.

e. Tipe Autocrat (Otokrat)
Pemimpin yang bertipe autocrat adalah tipe pemimpin yang mempunyai orientasi pada tugas saja. Pemimpin tipe ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tipe yang hanya berorientasi terhadap tugas saja, oleh sebab itu dia memiliki sifat-sifat antara lain:
a) Melaksanakan tugas adalah diatas segala-galanya, artinya melaksanaka tugas adalah hal yang paling penting.
b) Berpendapat bahwa orang pada dasarnya tidak suka bekerja atau suka menghindarkan diri dari tugas yang dibebankan. Oleh sebab itu tipe kepemimpinan yang demikian memandang bahwa bawahan tidak memiliki inisiatif sendiri.
2) Tipe ini kurang memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, khususnya dengan bawahan. Hal ini tampak pada sifat-sifatnya antara lain:
a) Kurang mengacuhkan pergaulan sesamanya dan sesame bawahannya.
b) Kurang mempercayai orang lain.
c) Orang pada umumnya takut kepadanya dan kurang menyukainya.
d) Berpendapat bahwa bawahan tidak lebih dari tambahan mesin.
e) Tugas bawahan tidak lain dan tidak lebih dari menuruti perintah pimpinan.
f) Tidak mudah memberikan maaf kepada orang lain.
g) Kepemimpinannya akan memperoleh ketaatan buta dan mungkin sekali akan diasingkan dari kelompoknya.
3) Tipe Autocrat kurang memiliki keefektifan. Hal ini antara lain tampak pada sifat-sifatnya:
a) Pandangan pada pekerjaan amat sederhana, yaitu hanya korelasi antara pemimpin yang mengeluarkan perintah dan bawahan yang mengerjakan perintah.
b) Tidak memahami arti menggerakan bawahan, kecuali hanya dengan main perintah saja.
c) Tanggung jawab hanya pada tangan pemimpin.
d) Membangkitkan rasa takut kepada bawahan agar bawahan mau bekerja.
e) Menangani konflik yang timbul dengan jalan menekannya.
f) Apabila ada bawahannya yang berbeda pendapat dengan dia berarti menentang kewenangannya.
g) Akibat dari sifat-sifatnya akan menghasilkan kelompok yang terpecah-pecah, pembuat masalah, dan orang-orang yang bertipe deserter.

f. Tipe Benevolent Autoacrat (Otokratis yang baik)
Pemimpin yang bertipe benevolent autocrat adalah tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas dan keefektifan. Memiliki cirri-ciri antara lain sebagai berikut:
1) Berorientasi pada tugas, sehingga sifat-sifatnya antara lain sebagai berikut:
a) Mahir membuat orang lain mengerjakan apa yang diinginkan namun tanpa menciptakan rasa dendam terhadapnya.
b) Sifat-sifat lain hamper mirip dengan tipe autocrat, namun lebih lancer dan lebih baik sebab dia juga berorientasi pada keefektifan.
2) Berorientasi kepada eefektifan, sehingga sifat-sifatnya antara lain:
a) Mementingkan keefektifan dalam memperoleh hasil yang diinginkan.
b) Memperbaiki keterampilan dengan belajar dari pengalaman dan kesalahan.
c) Mengetahui peraturan-peraturan serta metode-metode dengan sangat baik.
3) Kurang berorientasi kepada hubungan dengan orang lain, sehingga dia bersifat:
a) Kurang yakin sepenuhnya pada dirinya sendiri dalam cara menangani bawahannya.
b) Akibatnya bawahannya banyak yang tidak bertanggung jawab kepadanya, meskipun dia sangat bertanggung jawab terhadap bawahannya.

g. Tipe Compromiser (Pencinta kompromi)
Tipe pemimpin compromiser adalah tipr pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan hubungan baik dengan orang lain. Ciri-cirinya antara lain:
1) Berorientasi pada hubungan baik dengan orang lain, sehingga sifat-sifatnya antara lain:
a) Membiarkan semua orang mengatakan pendapatnya agar mereka merasa ikut serta dalam proses pembuatan keputusan.
b) Merasa beruntung bila semuanya dapat berjalan baik.
c) Membuat atasan atau orang-orng yang mempengaruhi kariernya menjadi senang, serta suka mengambil muka atau berpura-pura berbuatbaik.
2) Berorientasi pada tugas sehingga tampak sifat-sifatnya antara lain sebagai berikut:
a) Selain menilai setiap tugas yang akan dikerjakan
b) Setiap tugas harus merupakan suatu rangkaian kompromi.
3) Kurang berorientasi kepada keefektifan, sehingga tanpak sifat-sifatnya antara lain:
a) Selalu mendua hati dan selalu mementingkan kompromi dalam menangani segala sesuatu.
b) Tidak pernah mengerjakan sesuatu dengan baik.
c) Dia mendorong bawahan namun tidak sepenuh hati dan tidak bersungguh-sungguh.
d) Memahami manfaat orang-orang yang berorientasi pada tugas dan hubungan baik, namun tidak mampu dan tidak mau menerapkan secara efektif.

h. Tipe Executive (Ekskutif)
Tipe pemimpin executive adalah tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas, hubungan kerja yang baik dan pada keefektifan. Oleh sebab itu, pemimpin tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
1) Karena berorientasi pada tugas, maka sifat-sifatnya adalah:
a) Memandang bahwa pekerjaan orang lain sama baiknya dengan pekerjaan sendiri.
b) Menetapkan standar yang tinggi untuk produksi.
c) Membangkitkan partisipasi terhadap bawahan.
d) Kepatuhannya terhadap tugaaas sangat meyakinkan kepada bawahan.
e) Memadukan antara kepentingan individu dengan kepentingan organisasi.
f) Memberikan semangat yang tinggi disertai contoh moral yang tinggi pula.
g) Tidak memeras bawahan, tetapi bawahan tetap bekerja keras dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan.
2) Karena berorientasi pada hubungan baik, maka sifat-sifatnya antara lain adalah:
a) Memeperlakukan orang lain sesuai dengan sifat masing-masing orang, dan memandang orang lain sebagia teman kerja yang penting.
b) Pergaulannya dengan ornag lain sangat baik sehingga menjadi teladan bagi semuanya.
c) Menciptakan keinginan maju kearah yang lebih baik kepada bawahannya.
d) Memandang semua bawahannya sebagai orang yang telah dewasa dan matang, sehingga mereka perlu memperoleh kebebasan dan disamping itu juga keterikatan akan tugas dan tanggung jawab.
3) Karena berorientasi kepada keefektifan, maka sifat-sifatnya antara lain adalah:
a) Bekerja sangat efektif.
b) Melatih bawahannya untuk menjadi kelompok yang efisien dan bekerja secara lancar.
c) Menyambut baik ketidak-cocokan dan konflik sebagai sesuatu yang wajar dan pasti terjadi dalam suatu organisasi.
d) Tidak menekan, tidak memalingkan muka terhadap konflik, dan tidak menghindarkan diri dari persengketaan yang timbul.
e) Menyelesaikan semua perbedaan pendapat dengan sebaik-baiknya.
f) Tidak menutupi kesalahan timnya.
g) Tahu saat yang tepat untuk membuat putusan.
h) Tahu saat yang tepat kapan tim harus bermusyawarah untuk menyelesaikan hal-hal yang penting.

Gambar. Tiga dimensi kepemimpinan

4. Empat Sistem Manajemen dari Likert
Adapun menurut Likert pemimpin akan dapat berhasil apabila bergaya participative management, yang dimana gaya ini menetapkan bahwa kesuksesan seorang pemimpin apabila berorientasi pada bawahan dan mendasarkan pada komunikasi. Dan selain itu semua pihak dalam organisasi baik itu bawahan maupun pemimpin harus menerapkan hubungan yang mendukung (supportive relationship). Adapun 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen yang dirancang oleh Likert, yaitu :

• Sistem 1 (exploitive authoritative)
Artinya kewenangan yang bersifat eksploitatif, atau kewenangan mutlak. Dalam sistem manajemen semacam ini para pemimpin bersifat otokratis. Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, suka mengekplotasi bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan (occasional reward), hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas. Tipe kepemimpinan seperti ini hanya mendasarkan azas kehendak atau kemauan sendiri dari para pemimpin.

• Sistem 2 (benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati),
Manajemen ini berlainan dengan yang pertama, melainkan didasarkan kewenangan menurut kebaikan hati. Mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.

• Sistem 3 (manajer konsultatif)
Dalam manajemen ini para pemimpin pada hakikatnya tidak mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahannya dan biasanya mencoba untuk mempergunakan ide dan pendapat-pendapat bawahannya secara konstruktif (bersifat membangun). Mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya dalam perkara kalau ia memerlukan informasi, ide atau pendapat bawahan; masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya; mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan; dan juga berkehendak melakukan partisipasi; menetapkan dua pola hubungan komunikasi, iaitu ke atas dan ke bawah; membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah; bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasan.

• Sistem 4 (partisipative group/kelompok partisipatif)
Dalam sistem 4 ini, para pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya dalam semua hal kepada bawahannya, selalu ingin mendapat ide dan pendapat-pendapat dari bawahannya dan mempergunakan secara konstruktif terhadap mereka. Memberikan penghargaan yang bernilai ekonomis berdasarkan atas partisipasi kelopok dan melibatkan dalam bermacam-macam bidang.
Menurut Likert, manajer yang termasuk dalam sistem 4 ini mempunyai kesempatan untuk lebih sukses sebagai leader. Likert juga mengatakan bahwa setiap organisasi yang termasuk dalam 4 sistem manajer ini adalah sangat efektif didalam menetapkan tujuan- tujuan dan pencapaianya, dan organisasi semacam ini pada umumnya akan lebih produktif.


BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, baik itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang dimana nantinya akan sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan. Adapun pedoman yang dimana juga merupakan asas-asas dari kepemimpinan yaitu Kemanusiaan, Efisien, Kesejahteraan dan Kebahagiaan.
Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu di antara peran pemimpin dalam mempengaruhi orang lain atau para bawahan agar mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Fungsi kepemimpinan itu antara lain memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Gaya kepemimpinan bagi seorang pemimpin di gunakan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai, selain itu gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pimpinan atau juga dapat dikatakan suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Selain itu gaya kepemimpinan yang paling tepat ialah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi yang dimana betujuan agar dapat mencapai sasaran dan tujuan organisasi, kelompok ataupun perusahaan.
B. SARAN
Jiwa kepemimpinan sangat diperlukan sekali pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu ditanamkan dipupuk dan dikembangkan dalam setiap pribadi manusia, yang dimana paling tidak digunakan untuk memimpin diri sendiri. Andai saja negeri kita Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh dan bermutu tinggi tentu negeri kita ini akan menjadi luar biasa. Dimana jatuh bangun negara kita tergantung pada pemimpin. Sudah menjadi hukum alam yaitu pemimpin yang memimpin dan pengikut akan mengikuti. Apabila pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, maka akan menyebabkan pengikut tidak mau lagi mengikuti. Kualitas kita juga akan tergantung dari kualitas pemimpin kita. Jika semakin kuat yang memimpin maka akan semakin kuat pula yang kita yang dipimpin.
Oleh karena itu, dalam kepemimpinan harus berlandaskan atas asas-asas dari kepemimpinan, menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik, dan memilih gaya kepemimpinan yang paling tepat yakni gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi yang dimana betujuan agar dapat mencapai sasaran dan tujuan organisasi, kelompok ataupun perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
• Kartono Kartini, 2006. Pemimpin dan kepemimpinan, Jakarta;PT Raja Grafindo Persada.
• Rivai Veithzal,2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta;Raja Grafindo Persada
• Thoha Miftah, 2010. Kepemimpinan dalamManajemen. Jakarta; Rajawali Pers.
• http://higea-fkm-ug.blogspot.com/2010/12/kepemimpinan.html
• http://www.myblackbelt.org/2010/06/leadership.html
• http://adhiecenter.blogspot.com/2009/12/kepemimpinan-leadership-ii.html
• http://endang965.wordpress.com/2007/04/06/gaya-kepemimpinan-dan-produktivitas-kerja/
• http://elqorni.wordpress.com/2008/04/24/perkembangan-paradigma-kepemimpinan-gaya-tipologi-model-dan-teori-kepemimpinan/
• http://kuliahonline.unikom.ac.id/?listmateri/&detail=2103&file=/GAYA-KEPEMIMPINAN-KONTINUM--GAYA-KEPEMIMPINAN-MANAGERIAL-GRID.html/2010/10/07

situs download Mp3 Gratis

Nyolong Mp3.com
lagubagus.com
4shared.com
mishacker.com

ASPEK LUAR NEGERI PEREONOMIAN INDONESIA

BAB I
ASPEK LUAR NEGERI PEREONOMIAN INDONESIA


A. UTANG LUAR NEGERI
1. Faktor – Faktor Penyebab Utang Luar Negeri
Salah satu komponen penting dari arus modal masuk yang banyak mendapat perhatian di dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah utang luar negeri (ULN) . Isu ini juga menjadi sangat penting bagi Indonesia saat ini., sejak krisis ekonomi yang diawali dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhad dolar Amerika Serikat [pada pertengahan tahun 1997 lalu nyaris membuat Indonesia bangkrut secara finansial karena jumlah ULNnya terutama dari sektor swasta yang sangat besar , ditambah lagi denagna ketidakmampuan sebagian besar dari peruahaan-perusahaan dalam negeri untuk membayar kembali ULN mereka.
Sejak krisis ULN dunia yang terjadi pada awal dekade 1980-an , Masalah ULN yang dialami oleh banyak negara berkembang tidak semakin baik, sampai negara –negara pengutang besarterpaksa melakukan program-program penyesuaia struktural terhadapekonomi dalam negeri mereka atas desakan dari bank dunia dan IMF, sebaga syarat utama untuk mendapatkan pinjaman baru atau pengurangan tarhadap pinjaman lama.
Tingginya ULN dari banyak negara berkembang disebabkan oleh kombinasi dari berbagai faktor yaitu:
• defisit transaksi berjalan
• kebutuhan dana untuk investasi melebihi jumlah dana yang tersedia di dalam negeri karena tabungan domestik rendah
• tingkat inflasi yang tinggi.



2. Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia
Dalam kasus Indonesia, perkembangan ULN-nya menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara peningkatan atau laju pertumbuhan PDB rill dan peningkatan jumlah ULN atau antara peningkatan pendapatan rata-rata perkapita dan peningkatan jumlah ULN (growth wih indebtedness). Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata per tahun sejak akhir 1970 selalu positif dan tingkat pendapatan perkapita terus meningkat, tetapi jumlah ULN Indonesia juga bertambah terus setiap tahun. Seharusnya, korelasinya negatif (grow with prosperity). Hal ini mencerminkan walaupun Indonesia sudah lebih maju dibandingkan LDCs lain, terutama di negara-negara di Afrika tengah, ketergantungan ekonominya terhadap BLN tidak jauh berbeda dengan negara-negara tersebut. Akan tetapi, banyak LDCs lainnya yang juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama dekade 1970-an hingga 1980-an juga menunjukkan fenomena yang sama seperti Indonesia.
ULN Indonesia terdiri atas utang jangka panjang pemerintah dan utang jangka panjang swasta yang digaransi maupun tidak oleh pemerintah , utang jangka pendek, dan kredit IMF.Proporsi pinjaman dari IMF di dalam total ULN Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar sejak krisis ekonomi melanda Indonesia. Akhir tahun 1998 pinjaman Indonesia dari badan keuangan dunia tersebut mencapai 9 miliar dolar AS. Dapat dikatakan bahwa selama krisis, selain komponen-komponen ULN lainnya , pinjaman IMF menjadi sangat penting yang membuat Indonesia tidak sampai mengalami status “kebangkrutan” secara finansial.
Laporan Bank Indonesia tahun 2000 menunjukkan bahwa ULN Indonesia sampai dengan Oktober 2000 tercatat sebesar US$140 miliar atau menurun 5,5% dari posisi utang akhir tahun 1999 sebesar US$ 148,1 miliar.Penurunan tersebut bersumber dari penurunan posisi utang swata maupun pemerintah. Penurunan posisi utang swasta terjadi karena adanya pelunasan utang , terutama dari swasta non bank . Sementara itu posisi penurunan utang pemerintah adalah akibat dari pelunasan utang serta damapak dari melemahnya yen terhadap dolar AS . Hal ini karena selain dari valuta AS , ULN pemerintah dalam bentuk mata uang yen juga cukup banyak. Berikut ini adlah tabel Posisi ULN Indonesia sejak tahun 1999-oktober 2000 dalam jutaan dolar AS




1999 2000
Maret Juni September Oktober
Pemerintah 75.826 75.292 76.487 75.405 74.800
Swasta: 72.235 68.991 67.678 65.396 65.197
Bank 10.836 10.379 10.314 9.385 7.975
Non Bank 58.243 55.309 54.917 53.714 55.027
Surat berharga 3.156 3.303 2.447 2.297 2.195
Total 148.097 144.283 144.165 140.803 139.997

B. Penanaman Modal Asing
1. Arti Penting Modal Asing
Ciri negara terbelakang ialah, modal kurang/tabungan rendah, investasi rendah. Tidak hanya persediaan modal yang sangat kecil tetapi juga laju pembentukan uang modal sangat rendah. Usaha memobilisasi tabungan domestik melalui perpajakan dan pinjaman masyarakat hampir tidak cukup untuk menaikkan untuk menaikkan laju pembentukan modal yang ada melalui investasi. Malahan langkah tersebut menyebabkan merosotnya standar konsumsi, dan membuat rakyat semakin menderita. Impor modal asing membantu mengurangi kekurangan tabungan domestik melalui pemasukan peralatan modal dan bahan mentah dan dengan demikian menaikkan laju tabungan marginal dan laju pembentukan modal.
Selain itu modal asing juga dapat mengatsi keterbelakangan teknologi. Bersamaan denagn modal uang dan modal fisik, modal asing juga membawa serta keterampilan tekhnik, tenaga ahli, pengalaman organisasi, informasi pasar, tekhnik-tekhnik produksi maju dll . Ia juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru.
Negara terkebelakang juga tidak sanggup mengawali industri-industri dasar dan industri-industri kunci secara sendirian dan melalui modal asing mereka dpat mendirikan pabrik baja, alat-alatmesin, pabrik elektrik kimia dll. Perusahaan swasta di negara terkebelakang enggan melakukan usaha yang mengandung resiko, seperti penggarapan sumber alam yang belum dimanfaatkan dan penggarapan daerah-daerah baru . Modal asing menaggung semua resiko dan kerugian yang timbul pada tahap perintisan. Dengan demikian modal asing membuka daerah baru,memanfaatkan sumber baru , dan membantu melipat gandakan sumber alam dan menghilangkan ketidak seimbangan kawasan. Sebagai akibat wajar yang dikemukakan diatas maka kita dapat mengatakan semuanya cenderung meningkatkan kesempatan kerja dalam perekonomian.
Akhirnya modal asing mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang dialami oleh suatu negara terbelakang dalam proses pembangunan. Untuk mempercepat pembangunan ia perlu mengimpor barang-barang modal,komponen, bahan mentah kecakapan tekhnik dll. Selain itu keperluan impor akan bahan makanan meningkat secara cepat karena tekanan penduduk. Tetapi ekspor ke negara-negara maju menurun. Kesenjangan antara ekspor dan impor menimbulkan kesulitan neraca pembayaran. Melalui modal asinglah negara terbelakang dapat memenuhi smua keperluan impornya dan pada saat yang sama menghindarkan kesulitan neraca pembayaran.
2. Jenis Investasi asing
a. Modal asing swasta :
• Investasi langsung adalah perusahaan dari negara penanam modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara pengimpor modal dengan cara investasi itu.Bentuk investasi langsung seperi pembentukan suatu cabang perusahaan di negara peingimpor modal,pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham
• Investasi tidak langsung lekan yang lebih dikenal sebagai investasi porofolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari penguasan atas saham yang dapat di pidandahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh pemerintah negara pengimpor modal) atas saham atau surat utang oleh warga negara dari beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan .Para pemegang saham mempunyai hak atas deviden saja.
Hambatan Pada Investasi Asing Swasta
Faktor-faktor yang menghambat investasi asing swasta tidak hanya faktor ekonomi tapi juga politik, hukum dan budaya. Faktor-faktor tersebut adalah:
a) Kecilnya pasar domestik yang menyebabkan Rate of Return pada modal rendah
b) Kekurangan fasilitas dasar seperti transportasi, tenaga dan keperluan umum lainnya, sistem perbankan dan kredit dan buruh terampil
c) Kekahwatiran diskriminasi pada pengadialan lokal karena perbedaan konsepsi hukum
d) Ketidak stabilan politik dan ekonomi dll.
Langkah-langkah Untuk Mendorong Investasi Asing Swasta
Untuk mendorong investasi asing swasta dapat diambil langkah-langkah berikut:
a) Pemerintah negara terbelakang harus memberikan informasi kepada perusahaan asing mengenai ruang lingkup kesempatan investasi
b) Pemerintah negara peminjam modal bisa menurunkan biaya produksi perusahaan asing dengan menyediakan fasilitas dasar yang memadai seperti transportasi, tenaga, pekerjaan umum dan sebagainya
c) Mereka harus memberikan fasilitas bagi pengalihan laba, deviden, bunga dan pinjaman pokok dengan memperhatikan posisi neraca pembayaran sendiri
d) Memberikan kelonggaran pajak kepada investor asing dll.

b. Modal asing negara:
• Bantuan bersyarat adalah bantuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain dengan menetapkan beberapa persyaratan tertentu.
• Bantuan tidak bersyarat adalah bantuan yanga diberikan suatu negara kepada negara lain tanpa persyaratan

3. Perkembangan Arus Modal Asing di Indonesia
Peningkatan arus modal masuk, baik dalam bentuk investasi jangka panjang dan pendek maupun utang luar negri, terbukti sangat penting bagi indonesia, terutama pada masa krisis ekonomi. Modal asing diperlukan selain untuk meningktkan investasi di dalam negri , selama tidak memberikan dampak negatif terhadap pembentukan / pertumbuhan tabungan domestik juga untuk membiayai defisit transaksi berjalan (impor) atau menutupi kekurangan cadangan devisa.
Laporan dari bank dunia pada tahun 1997 memperlihatkan perkembangan arus modal internasional dari DCs ke LDCs sangat pesat sejak akhir dekade 1980-an. Perkembangan ini ditandai oleh peningkatan partisipasi dari investor-investor dan lembaga-lembaga keuangan Dari DCs di pasar uang / modal di LDCs. Perkembangan ini di dorong oleh liberalisasi pasar pasar uang dan modal di pasar uang dan modal di banyak LDCs seperti Indonesia. Menjelang akhir dekade 1980-an, yang antara lain menghapuskan pengawasan pemerintah terhadap lalu lintas modal dan membebskan tingkat suku bungakepada mekanisme pasar. Hasil laporan IMF tahun 1998 mengenai arus modal masuk neto menunjukkan bahwa selama periode 1994-1998 arus modal neto meningkat dari sekitar 160,5 miliar dolar AS pada tahun 1994 menjadi 122 miliar dolar AS pada tahun 1998dan diperkirakan akan bertambah menjadi 196,4 miliar dolar AS di tahun 1999.
Sejak tahun 1993 arus modal masuk yang berasal dari sektor swasta ke indonesia mengalami peningkatan yang lebih besar di banding dengan negara-negaraASEAN.Akan tetapi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia ditambah lagi dengan ketidak stabilan politik dan sosial serta ketidak pastian hukum terjadi arus modal keluar. Salah satu penyebab menurunnya miknat investasi di Indonesia adalah resiko politik.Stabilitas politik di Indonesia memang cenderung sedikit membaik setelah usainya sidang tahunan MPR Agustus tahun 2000. Namun, pada waktu itu investor masih dihantui pertanyaan yang sama, yaitu sampai kapan Abdurahman Wahid sanggup bertahan. Pada tahun 2001, setelah DPR mengeluarkan memorandum 1 dan 2 harapan presiden gusdur dapat bertahan semakin tipis dan spekulasi bahwa akan terjadi gonjangan politik yang besar setelah sidang istimewa MPR di gelar pada bulan Agustus 2001 cenderung menjadi suatu kenyataan. Kekhwatiran ini dapat dilihat dari semakin banyaknya modal yang keluar dari indonesia karena pelarian modal biasanya merupakan tanda-tanda yang paling meyakinkan akan adanya peningkatan resiko politik
.
Pemerintah menilai arus modal asing telah masuk Indonesia sejak Maret 2009. Hal itu terjadi akibat kepercayaan investor asing telah pulih terhadap Indonesia setelah keluar mulai Januari sampai Februari 2009.
Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, menyatakan arus modal asing masuk ke indonesia mulai Maret 2009. Modal asing yang dimaksud adalah pembelian obligasi dan saham.

Sebanyak Rp1,815 triliun arus modal asing masuk Indonesia pada Maret 2009. Angka ini naik menjadi Rp2,602 triliun pada April 2009.

Namun, pada Mei 2009 arus modal asing masuk Indonesia, ujar Sri Mulyani, turun menjadi Rp1,974 triliun. Angka ini kembali turun pada Juni 2009 menjadi Rp1,862 triliun.

Sebelumnya, arus modal asing modal asing kabur dari Indonesia sebesar Rp562 miliar pada Februari 2009. Angka ini lebih kecil ketimbang pada Januari 2009 sebesar Rp1,16 triliun.

Sri mengemukakan IHSG Indonesia dinilai tiga besar terbaik setelah China dan India. Hal ini didorong kepercayaan investor kepada Indonesia.

Pada sisi lain bond net foreign buying di pasar obligasi sebesar Rp3,88 triliun pada April 2009. Angka ini naik menjadi Rp5,19 triliun pada Mei 2009.

Sebelumnya, arus modal keluar di pasar obligasi sebesar Rp1,17 triliun pada Maret 2009. Angka ini lebih rendah ketimbang Februari 2009 dari Rp5,122 triliun dan Januari 2009 sebesar Rp1,582 triliun.

Kebijakan BI Terhadap Kesehatan Bank Umum (13/1/PBI/2011) Dalam Meningkatkan Implementasi Manajemen Risiko

Kebijakan BI Terhadap Kesehatan Bank Umum (13/1/PBI/2011) Dalam Meningkatkan Implementasi Manajemen Risiko

A. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan , baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu system.
Secara sederhana dapta dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fingsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain , bank yang sehat adalah bank adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat , dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter.
B. Dampak Dari Tidak Sehatnya Sektor Perbankan
Menurut Andrew Crocken (1997) Stabilitas dan kesehatan sector perbankan sebagai bagian dari stabilitas sector keuangan terkait erat dengan kesehatan suatu perekonomian. Apabila suatu system perbankan dalam kondisi yang tidak sehat, maka fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tidak akan berfungsi dengan optimal. Dengan terganggunya fungsi intermediasi tersebut, maka alokasi dan penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan investasi dan membiayai sector-sektor yang produktif dalam perekonomian menjadi terbatas. Sistem perbankan yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran yang dilakukan oleh sistem perbankan tidak lancer dan efisien. Selain itu system perbankan yang tidak sehat juga akan menghambat efektivitas kebijakan moneter. Melihat akibat yang ditimbulkan oleh system perbankan yang tidak sehat tersebut maka dapat disimpulkan pentingnya pengaturan dan pengawasan bank sebagai upaya menciptakan dan memelihara kesehatan system perbankan.
Pada akhir desember 2010 Bank Indonesia (BI) mengeluarkan 23 kebijakan baru tentang perbankan. Diantara salah satu kebijakan tersebut adalah peraturan penilaian tentang kesehatan bank (Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum).
Penilaian ini menggunakan pendekatan risiko dengan faktor-faktor penentu tingkat kesehatan bank meliputi profil risiko (risk profile), good corporate governance, rentabilitas (earnings), dan permodalan.
Dalam ketentuan baru ini, BI juga mewajibkan bank melakukan penilaian sendiri (selfassesment) tingkat kesehatannya. Beberapa pokok penyempurnaan yang diatur tersebut di antaranya tentang kewajiban semua bank umum termasuk kantor cabang bank asing, melakukan penilaian tingkat kesehatan bank. Penilaian tingkat kesehatan baik yang dilakukan secara individiual maupun konsolidasi, dengan pendekatan risiko. "Penilaian tingkat kesehatan bank secara konsolidasi dilakukan bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak.


C. Penilaian Faktor Faktor Penentu Tingkat Kesehatan Bank

1. Profil Risiko (Risk Profile)
Beberapa factor risiko yang diniilai terkait dengan peraturan Bank Indonesia tentang kesehatan bank umum adalah :
a. Risiko Kredit
b. Risiko Pasar
c. Risiko Likuiditas
d. Risiko Operasional
e. Risiko Hukum
f. Risiko Stratejik
g. Risiko Kepatuhan
h. Risiko Reputasi
2. Good Corporate Goovernance (GCG)
Bank Indonesia dalam hal ini melakukan penilaian terhadap manajemen bank atas pelaksanaannya berdasarkan prinsip – prinsip Good Corporate Goovernance.
3. Faktor Rentabilitas (Earnings)
Bank Indonesia melakukan penilaian terhadap kinerja earnings, sumber – sumber earnings, dan sustainability earnings bank.
4. Faktor Permodalan (Capital)
Bank Indonesia melakukan penilaian terhadap kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan.

D. Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
1. Peringkat komposit 1 (PK – 1)
Peringkat ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum sangat sehat dan mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan beberapa factor eksternal lainnya.
2. Peringkat Komposit 2 (PK – 2)
Peringkat ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat dan mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi ekonomi dan bisnis dan juga factor eksternal lainnya.
3. Peringkat Komposit 3 (PK – 3)
Peringkat ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup sehat dan juga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi ekonomi dan bisnis dan juga factor eksternal lainnya.
4. Peringkat Komposit 4 (PK – 4)
Peringkat ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi ekonomi dan bisnis dan juga factor eksternal lainnya.
5. Peringkat Komposit 5 (PK – 5)
Peringkat ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi ekonomi dan bisnis dan juga factor eksternal lainnya.



E. Periode Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Periode penilaian tingkat kesehatan bank secara individual dilakukan setiap semester yakni di Juni dan Desember. Sedangkan waktu penyampaian dibatasi paling telat 31 Juli untuk laporan tingkat kesehatan bank posisi Juni. Untuk posisi Desember, laporan paling lambat disampaikan akhir Desember.. Untuk tingkat kesehatan bank konsolidasi, paling lambat 15 Agustus untuk laporan Juni, dan 15 Februari untuk laporan Desember.

F. Tindak Lanjut Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia terdapat beberapa tahap tindak lanjut yang akan dilakukan Bank Indonesia yaitu :
1. Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan
peringkat 4 atau peringkat 5 dan/atau peringkat komposit tingkat kesehatan bank yang ditetapkan dengan peringkat 3namun terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi maka Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank wajib menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia
2. Bank Indonesia berwenang meminta Bank untuk melakukan penyesuaian terhadap action plan
3. Bank wajib menyampaikan action plan sesuai batas waktu tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia untuk action plan yang merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian tingkat kesehatan bank oleh Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 15 Agustus untuk penilaian tingkat kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 15 Februari untuk penilaian tingkat kesehatan bank posisi akhir bulan Desember. Dan untuk action plan yang merupakan tindak lanjut dari hasil self assesment Bank, Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan
a. 10(sepuluh) hari kerja setelah target waktu penyelesaian action plan; dan/atau
b. 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan dan dilakukan secara bulanan apabila terdapat permasalahan yang signifikan yang akan mengganggu penyelesaian action plan secara tepat waktu Bank Indonesia berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan action plan oleh bank

G. Sanksi Bagi Bank Pelanggar
Untuk menjaga efektivitas dari berbagai ketentuan perundang – undangan dan peraturan lainnya yang dikeluarkan, maka dalam kebijakan pengawasan terhadap kesehatan suatu bank juga di tetapkan berbagai sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dan peraturan yang ada.
Adapun Beberapa sanksi yang akan di berikan oleh Bank Indonesia terkait dengan bank yang tidak memenuhi atau tidak mentaati peraturan Bank Indonesia tersebut adalah diantaranya :
1. Sanksi teguran tertulis
2. Penurunan kesehatan bank
3. Pembekuan kegiatan usaha.
4. Selain itu, BI akan mencantumkan pengurus atau pemegang saham bank dalam daftar predikat tidak lulus (DTL) terhadap penilaian kemampuan dan kepatutan.

















DAFTAR ISI

A. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
B. Dampak Dari Tidak Sehatnya Sektor Perbankan
C. Penilaian Faktor-Faktor Penentu Tingkat Kesehatan Bank
D. Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
E. Periode Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
F. Tindak Lanjut Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
G. Sanksi Bagi Bank Pelanggar



DAFTAR PUSTAKA

http://bataviase.co.id/
http://keuangan.kontan.co.id/
http://www.bisnis.com/koran/pdf
http://bi.go.id/pdf
http://www.ujungpandangekspres.com/koran/depan.pdf

















(TUGAS paper kebanksentralan)
Kebijakan BI Terhadap Kesehatan Bank Umum (13/1/PBI/2011) Dalam Meningkatkan Implementasi Manajemen Risiko




OLEH :
RUSLAN HADI YAHYA
(08179265)